SEKOLAH RAMAH ANAK (SRA)
Sekolah
Ramah Anak (SRA) adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan
hidup, mampu menjamin, memenuhi,
menghargai hak hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan,
diskriminasi dan perlakuan salah
lainya serta mendukung partisipasi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dan nyaman bagi
perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak
perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, terutama
dalam perencanaan kebijakan
pembelajaran dan pegawasan.
Mewujudkan sekolah ramah anak memerlukan
pengembangan dalam hal berikut:
A. Pengelolaan Lingkungan Fisik
1.
Aksesibilitas di Lingkungan Sekolah
Kemudahan Aksesibilitas dilingkungan sekolah inklusif
ramah anak merupakan salah satu indikator kualitas
layanan publik,khususnya bagian dari lingkungan
sekolah yang ramah anak. Penyediaan desain lingkungan yang inklusif
ramah anak, termasuk
kemudahan bagi ABK dan penyandang disabilitas pada umumnya
bahkan telah dituangkan dalam konvensi internasional.
2.
Sarana Prasarana dan Penataan
Ruangan
Sarana
dan prasarana pendidikan merupakan fasilitas pendidikan yang sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar
di lembaga pendidikan (Prasojo, 2015:2).Pendapat
lain dikemukakan oleh Muhammad Joko Susilo (2008;65), sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara
langsung dipergunakan dan menunjang
proses pendidikan khususnya proses belajar mengajar.Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang
secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Dari beberapa pendapat
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sarana prasarana pendidikan merupakan segala jenis fasilitas baik benda
bergerak maupun tidak bergerak yang mendukung proses pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien sehingga dapat meningkatkan kualitas
pendidikan.
Sarana
dan prasarana pendidikan inklusif adalah perangkat keras maupun perangkat lunak yang dipergunakan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif
pada satuan pendidikan tertentu.Pada hakekatnya semua sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan tertentu itu dapat dipergunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif, tetapi untuk mengoptimalkan proses pembelajaran perlu dilengkapi aksesibilitas bagi kelancaran mobilisasi
ABK, serta media pembelajaran yang sesuai dengan ABK (POS Pendidikan Inklusif, 2007).
B. Pengelolaan Lingkungan Non Fisik
Pengelolaan non fisik dalam konteks akomodasi
lingkungan ramah anak seting
sekolah inklusif merupakan bagian dari implementasi sekolah ramah anak. Oleh karena itu mari kita bahas terlebih dahulu konsepsi tentang
sekolah ramah anak. Selanjutnya kita bahas situasi dan suasana
pembelajaran yang inklusif
ramah anak, Pengelolaan kelas (Classroom
management), pengembangan
kerjasama dengan pihak lain, pengembangan siklap/karakter penerimaan terhadap peserta didik,
penerapan strategi tutor teman sebaya, dan
pengelolaan peserta didik.
1.
Konsep Dasar Sekolah Ramah Anak dalam Konteks Pendidikan Inklusif
Konsep Sekolah
Ramah Anak didefinisikan sebagai program untuk mewujudkan
kondisi aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu menjamin pemenuhan hak
dan perlindungan anak dari kekerasan,
diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya, selama anak berada di satuan pendidikan, serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran dan pengawasan. Secara
konseptual Sekolah Ramah Anak adalah satuan pendidikan yang mampu menjamin,
memenuhi, menghargai hak-hak anak, dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya
serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, dan mekanisme
pengaduan (Permen PP dan PA Nomor 8 Tahun 2014). Sekolah Ramah Anak adalah
sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif
dan nyaman
bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki
termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus.
Secara umum, prinsip utama sekolah ramah anak adalah bahwa anak mempunyai
hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pembentukan dan Pengembangan
Sekolah ramah anak (SRA) didasarkan pada prinsip-prinsip non diskriminasi, kepentingan anak, kelangsungan hidup, perkembangan, penghormatan terhadap pandangan anak, dan pengelolaan yang baik. (Direktorat Pembinaan Guru Dikmen
dan Diksus, 2019)
2.
Situasi dan Suasana Pembelajaran
Situasi
dan suasana pembelajaran yang ramah anak dan dilandasi nilai-nilai kebersamaan merupakan bagian penting
dalam konteks akomodasi lingkungan non fisik di sekolah
inklusif. Untuk mewujudkan nilai-nilai kebersamaan
dalam seting sekolah inklusif,
diperlukan suatu upaya untuk menginternalisasikan
nilai-nilai kebersamaan (Togetherness Values) dalam aktivitas
pembelajaran maupun kegiatan
di luar pembelajaran, seperti kegiatan ekstrakurikuler, bahkan dalam momen
bermain bebas saat waktu istirahat.
Dalam konteks ini, sekolah dituntut untuk dapat memberikan makna terjadinya proses internalisasi
nilai-nilai kebersamaan pada setiap aktivitas
peserta didiknya.
Manakala
nilai-nilai kebersamaan dapat di internalisasikan di SPPI, maka sekolah
inklusif akan memberikan peran sebagai agen perubahan terwujudnya masyarakat inklusif sesuai dengan filosofi bangsa Indonesia, yakni masyarakat
yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Situasi dan suasana pembelajaran yang dibangun diatas keberagaman tetapi
menuju kearah tujuan yang sama, yaitu
memberikan layanan Pendidikan yang berkualitas sesuai kakarkeristik dan kebutuhan individu
peserta didik dengan
menempatkan nilai kebersamaan sebagai nilai intinya (Core value).
Berdasarkan kajian terhadap komponen
program (Stainback, 1990:23),
aktivitas pembelajaran (Unesco, 1998), layanan pembelajaran (Johnsen dan Skojen,
2001:5), respon terhadap
keragaman peserta didik (Lynch, dalan Budiyanto,
2005 : 42-46), dan pola pembelajaran, dapat dirumuskan indikator nilai-nilai kebersamaan yang mewarnai
situasi dan suasana
pembelajaran dalam praktik
penyelenggaraan sekolah inklusif
sebagai berikut:
a.
Sekolah menyediakan program yang layak, menantang, dan aksesible
untuk semua peserta didik, dengan tetap memperhatikan aspek
kebutuhan khusus pada setiap individu;
b.
Setiap peserta didik, termasuk di
dalamnya ABK, memiliki suasana yang damai
dan harmoni dalam melakukan aktivitas pembelajaran dan aktivitas lainnya,
baik sebagai makhluk
individu maupun sebagai
makhluk sosial;
c.
Aktivitas pembelajaran di sekolah
inklusif berbasis pada nilai perdamaian, demokrasi, hak asasi maunia, dan pembangunan berkelanjutan;
d.
Adanya kepekaan sosial dan kesiapan
akademis dari warga sekolah untuk senantiasa meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam memberikan
layanan pembelajaran bagi setiap peserta didik yang berbasis pada analisis kebutuhan individu;
e.
Sekolah harus merespon keragaman
peserta didik secara luas, baik dalam hal
latar belakang sosial ekonomi dan budaya, pola tingkah laku, maupun kemampuan, dan potensi yang berbeda-beda;
f.
Pola pembejaran yang dilakukan
di sekolah inklusif
berbasis pada pendekatan pembelajaran berpusat pada anak
(Teaching Base of Students Centre);
Pola pembelajaran
yang berbasis pada pola kolaboratif yang sistemik, yang melibatkan peran dari kepala sekolah, guru, orang tua peserta
didik, dan masyarakat.
3. Manajemen/Pengelolaan Kelas (Classroom Management)
Manajemen
kelas inklusif dirancang agar pembelajaran dalam kelas inklusif yang heterogen dapat berjalan secera
efektif. Adanya peserta didik yang berkebutuhan
khusus di sekolah inklusi berimplikasi pada perubahan orientasi dan manajemen, tidak hanya pada level
sekolah, tetapi juga pada manajemen kelas. Pembelajaran di sekolah inklusif
dimana di kelas tersebut beranggotakan ABK menuntut perubahan
dan penyesuaian-penyesuaian. Guru kelas tidak lagi berorientasi klasikal tetapi dihadapkan pada keberagaman
kebutuhan peserta didik. Oleh karena
itu, pengelolaan kelas di sekolah
inklusif menjadi hal yang sangat penting dalam tataran implementasi pendidikan inklusif. Pemahaman yang baik
terhadap pengelolaan kelas akan dapat meminimalisir permasalahan yang dialami
oleh guru kelas dalam mengelola kelas yang heterogen.
Pembelajaran yang bermakna bukan saja hanya mengajar, bukan saja penyampaian informasi/pesan tetapi juga meliputi perkembangan pribadi siswa,
interaksi sosial serta penanaman sikap dan nilai pada diri siswa. Proses belajar
yang bermakna akan terwujud dalam
kondisi, suasana iklim kelas yang kondusif, efektif,
kreatif, produktif dan menyenangkan. Selain itu terbina
hubungan interpersonal yang sehat dan mendorong munculnya
perubahan perilaku belajar peserta
didik yang diharapkan.
Pengelolaan kelas disekolah lnklusif
adalah serangkaian aktivitas
dan kegiatan yang dilakukan guru dalam kegiatan
pembelajaran mulai dari perencanaan proses pembelajaran, metode,
strategi dan pendekatan serta evaluasi
pembelajaran. Manajemen kelas inklusif dirancang untuk tercipta kelas yang kondusif, aktif, kreatif, kooperatif dan menyenangkan melalui penciptaan lingkungan kelas yang kondusif,
iklim dan suasana psiko sosial dan
emosi yang positif, serta penciptaan sistem sosial yang memungkinkan anak dapat berkembang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian manajemen
atau pengelolaan kelas inklusif pada dasarnya merupakan implementasi dari prinsif-prinsif pembelajaran
yang harus mewarnai suasana pembelajaran.
0 komentar