- Pengalaman mengikuti PembaTIK -
PembaTIK merupakan cerita baru yang sangat mengesankan di tahun 2020 setelah tahun sebelumnya saya resmi diangkat dan dinyatakan lolos seleksi menjadi ASN di umur 22 tahun. Cerita baru saya akhir – akhir ini banyak sekali menimbulkan pertanyaan dan rasa penasaran banyak orang, terutama setelah saya memasang status lolos level 4 dan melakukan kegiatan berbagi. “Lagi ikutan apaan sih? Ko ada level nya? Emang susah ya? pembaTIK? Kan kamu guru kelas bukan guru seni rupa. Orang – orang di sekitar saya sendiri memang masih asing di telinga mengenai PembaTIK, saya saja baru tahu di tahun ini setelah ada broadcast di salah satu grup WA yang mengajak mengikuti Pelatihan Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Berawal dari kebutuhan pribadi dalam mengembangkan kompetensi guru abad 21 dan iming – iming sertifikat 32 JP.
Setelah
mengikuti kegiatan Level 1 ternyata pelatihannya membuat saya penasaran dan tertarik
karena selain pengerjaannya bisa mandiri menyesuaikan waktu luang kita
pelatihan ini mewadahi guru untuk meningkatkan kemampuan teknologinya. Setelah
dinyatakan lolos level 2, makin bersemangat lah saya, dan mencari – cari tahu
di youtube mengenai materi dan penugasan selanjutnya, agar bisa curi – curi start
dalam pengerjaan tugas tentunya. Ketika tahu bahwa tugas akhir di level 2
adalah membuat video lebih tepatnya vlog pemanfaatan Rumah Belajar, teman –
teman seangkatan di daerah saya satu persatu mundur. Alasanya ya itu tadi
sulitnya membagi waktu, malas untuk membuat video dan memikirkan konsep juga kontennya.
Saya
adalah orang yang akan berusaha menyelesaikan semaksimal mungkin apabila diberi hal baru dan menantang. Lebih – lebih saat itu memang sedang
hangat – hangat nya WFH akibat Pandemi COVID-19 yang melanda dunia yang memaksa
kita beradaptasi dan melakukan hal yang berbeda dari biasanya. Berada di situasi ini, Kita sebagai guru bisa kita manfaatkan untuk menggali informasi dan meupgrade diri, tapi adanya WFH ini bisa juga membuat kita terlena dan terlalu bersantai menikmati alur yang ada. Tapi tidak bagi saya, ketika di level
3 PembaTIK ini barulah saya menyadari bahwa PembaTIK adalah wadah yang pas. PembaTIK sendiri ternyata bermuara di Duta Rumah
Belajar. Awalnya di web SimpaTIK melihat para pemateri yang begitu keren
mengenakan selempang bertuliskan “Duta Rumah Belajar” dalam hati “wah... keren
banget sih bisa kayak gitu, gak kaku, public speaking nya bagus, berwawasan luas
dan bisa jadi seperti itu pasti penuh perjuangan, suatu saat ingin menjadi
seperti mereka membawakan pengantar materi seperti itu, berbagi sana sini,
gimana caranya ya?” polosnya angan – angan saya saat itu. Tidak disangka ini
ajangnya, PembaTIK inilah wadahnya, dan saya sedang berada didalamnya sekarang.
Kala
itu saya dihubungi oleh salah satu DRB Jawa Barat bahwa saya dinyatakan lolos
di Level 4 yang tak semua orang bisa berlanjut ke level ini walaupun sudah
lolos level 3. Bahagia? Tentu, Bersyukur? Sudah pasti. Mungkin ini jalan dari
maha kuasa bagi saya untuk terus maju meningkatkan kemampuan serta sedikitnya menorehkan warna dalam dunia pendidikan dengan berbagi ilmu yang
dimiliki untuk sesama. Mengingat sabda Rasul “Didiklah anakmu sesuai
zamannya“ maka kemampuan guru seharusnya di upgrade menyesuaikan dengan peserta
didik yang kita hadapi sekarang yaitu generasi Z, yang segalanya ingin serba
instan, anti ribet, mudah bosan terhadap sesuatu yang monoton tanpa sentuhan
teknologi dan mereka sangat akrab dengan dunia digital.
Sebagai seorang guru baru yang bisa di bilang
anak kemarin sore, bisa dikatakan guru generasi milenial yang masih minim
pengalaman dan masih meraba – raba dunia pendidikan saya mencoba untuk
beranikan diri mencari pengalaman baru untuk bisa menambah wawasan,
bersilaturahmi , saling berbagi dengan guru daerah lainnya dan menambah pengetahuan
sebagai penunjang dalam pembelajaran. Mengambil kata dari Mas Menteri
Pendidikan “… guru harus siap beradaptasi, siap melakukan perubahan, tidak lagi
menunggu perubahan itu terjadi”. Karna sejatinya guru sangat tidak
dianjurkan berdiam diri, hanya menonton, terus di suapi dan tetap berada di
zona nyaman. Mengutip dari Chanee Kalaweit “Pada saat kita berhenti mengambil
resiko, disitulah kita berhenti berkembang.” Memang harus ada yang dikorbankan
entah waktu, pikiran atau tenaga, tapi kita harus yakin terutama ketika jalan
kita dalam berbagi, tidak selamanya terjal dan menakutkan. Temukanlah keindahan
saat sudut pandang kita beralih. Bersabarlah lebih tinggi, belajar tanpa henti,
jalani terus berlari, hadapilah dengan pasti.
5 komentar
👍 Dimana ada niat disitu ada jalan
BalasHapusKkeerennnn...mau juga belajar Bu...supaya di umur segini ga gaptek..dan bisa ngajarin anak-anak...ga ketinggalan zaman juga...biar melek IT 😀😀😀🙏🙏
BalasHapusWah.. keren Bu..
BalasHapusBarakallah adik kesayangan...
BalasHapusSemakin melesat, terbang mengangkasa...
Jangan lupakan bumi tempat berpijak ya saaay
Wiii mantul bu guru, mau belajar juga dong boleh?
BalasHapus